Laman

Selasa, 07 Juni 2011

Tidak Takut kepada Siapa Pun kecuali Allah

Salah satu tanggung jawab setiap mukmin adalah menyadari kebenaran yang ada di dalam ayat berikut. Selain itu, mereka bertanggung jawab untuk mencapai tingkatan iman yang cukup untuk “takut kepada Allah dengan rasa takut yang patut kepada-Nya”.

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (az-Zumar [39]: 67)

Allah dapat dimuliakan jika seluruh sifat-Nya diketahui dengan baik dan wahyu-wahyu dari sifat-sifat tersebut tampak dan dipahami dalam setiap detik yang diberikan-Nya. Seseorang dapat merasa takut kepada Allah dan menahan dirinya, dan dengan demikian ia mendapatkan keimanan yang tulus, jika ia benar-benar memahami keluasan kebesaran-Nya.
Seseorang harus menyadari kebenaran bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar dari Allah, agar ia dapat memuliakan-Nya dengan sepatutnya. Mereka yang gagal menghargai Allah dengan sepatutnya, telah tertipu oleh kulit luar kehidupan dunia dan mendasarkan kehidupan mereka di atas tipuan ini. Mereka cenderung menghargainya dengan uang, kehormatan, dan kekuasaan yang mereka kira penting menurut nilai-nilai duniawi. Mereka cenderung untuk menegaskan nilai diri mereka dan salah mengartikannya sebagai manusia yang memiliki kekuatan dan status, dengan kemampuan untuk mengendalikan orang lain dan kehidupan. Karena itulah, mereka berusaha untuk mendapatkan cinta dan penghargaan dari orang lain. Mereka menghindari kegusaraan diri mereka dan takut menjadi sasaran dari bahaya yang mungkin mengenai mereka.
Jika Anda bertanya kepada mereka tentang iman mereka, sebagian mereka mengatakan bahwa mereka memiliki keimanan kepada Allah. Akan tetapi, orang-orang tersebut yang mengklaim bahwa mereka mengetahui dan mengakui Allah, cenderung menuhankan apa-apa yang mereka takuti sebagai sesuatu yang terlepas dari Allah. Pemikiran yang demikian menimpa keikhlasan ibadah mereka. Bahkan, membawa mereka untuk bersikap demikian demi untuk mendapatkan ridha orang lain tersebut bahwa mereka begitu terhormat dan dipuja-puja.
Walaupun demikian, tidak ada kekuatan lain yang dapat memberikan kebaikan atau keburukan kepada manusia tanpa seizing Allah. Di dalam ayat-ayat Al-Qur`an, Allah mengatakan hal ini,

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, niscaya mereka menjawab, ‘Allah.’ Katakanlah, ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?’ Katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku.’ Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (az-Zumar [39]: 38)

“... Katakanlah, ‘Maka sipakah (gerangan) yang dapat menghalang-menghalangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’” (al-Fat-h [48]: 11)

Untuk menguatkan kebenaran ini, Allah mengingatkan manusia untuk tidak takut kepada apa pun selain Dia,

“... Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.” (al-Baqarah [2]: 150)

Tingkatan ajaran moral yang membantu seseorang untuk mendapatkan keimanan dan keikhlasan yang murni ini dapat dipelajari dari diri para nabi. Dalam Al-Qur`an telah ditekankan bahwa para nabi tidak takut kepada apa pun kecuali Allah. Ayat berikut menggarisbawahi fakta ini.

“Yaitu orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (al-Ahzab [33]: 39)

Setiap manusia yang berhasil memberikan hak Allah akan mengetahui bahwa tidak ada kekuatan lain selain Allah dan ia tidak pernah takut kepada siapa pun kecuali Dia. Ia juga mengetahui bahwa tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa seizin-Nya. Pemahaman ini membuat ia terus-menerus menyembah Allah dengan cara yang murni, tulus, dan bersih. Jika ia melakukan perbuatan baik, ia melakukannya bukan karena takut akan reaksi orang lain, melainkan karena ia akan gagal memenuhi perintah Allah jika ia tidak tulus. Demikian pula, ia melakukan perbuatan atau bersikap apa pun, bukan karena ia akan dihadapkan pada kemarahan orang lain, melainkan karena ia ingin mendapatkan kasih sayang Allah dan menghindari hukuman-Nya.
Sebagai contoh, ketika orang yang bekerja pada sebuah kantor diminta menyumbang untuk sebuah yayasan amal, sebagian orang akan melihat kesempatan tersebut sebagai kewajiban moral Al-Qur`an dan mereka menyumbang secara murni karena takut kepada Allah. Sementara itu, orang lain yang akan menyumbangkan uang berpikir bahwa teman-temannya mungkin akan berkata, “Betapa pelitnya dia!, atau jika ia tidak menyumbang, “ia satu-satunya orang yang tidak menyumbang!, atau, “ia mungkin tidak punya uang.” Mereka merasa terpaksa melakukannya karena mereka tidak ingin disangka negatif oleh orang lain. Sudah pasti, balasan terhadap amal orang tersebut di hadapan Allah akan sangat jauh dari balasan terhadap amal orang-orang yang ikhlas. Mereka telah menodai keikhlasan mereka dan telah menyimpang dari ajaran moral Al-Qur`an. Bagaimanapun juga, mereka yang berbuat sesuatu karena takut kepada Allah, berharap untuk dibalas hanya oleh-Nya.
Perbedaan antara mereka yang takut kepada Allah dan mereka yang takut kepada selain-Nya dapat dilihat pada saat kondisi yang tidak menguntungkan. Sebagai contoh, mari kita perhatikan seseorang yang biasa memanfaatkan keuntungan yang tidak adil di kantornya. Orang tersebut tetap tidak menggubris ketika diingatkan bahwa perbuatannya tidak akan diterima oleh Allah, tetapi ia akan segera berhenti berbuat demikian jika ia diingatkan bahwa perbuatan amoralnya itu akan terlihat oleh rekan dan kerabatnya. Walaupun demikian, ia selalu memiliki kesempatan untuk dapat membuat perubahan terhadap apa yang dilakukannya. Jika ia menyesali dengan tulus dan mengoreksi cara berpikirnya, ia mungkin bisa ikhlas melakukan sesuatu. Penting bagi setiap orang yang ingin berbuat ikhlas untuk memperhatikan cara yang benar sebagaimana contoh-contoh ini. Kami telah memberikan macam-macam kondisi yang biasanya kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ia harus memantau dirinya sendiri. Jika ia takut kepada makhluk selain Allah, ia harus membersihkan dirinya dari rasa takut tersebut jika ia ingin mencapai keikhlasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar