Laman

Selasa, 07 Juni 2011

Seperti Apakah Orang yang Benar Itu?

Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk hidup sebagai orang yang teguh dan ikhlas kepada Allah dalam agama mereka.

“Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (an-Nisaa` [4]: 146)

Seorang manusia menjadi bersih hatinya jika ia teguh karena Allah, mengabdikan hidupnya untuk mendapatkan keridhaan-Nya dengan menyadari bahwa tidak ada penuhanan kecuali kepada Allah, dan tak pernah menyerah dalam keimanan kepada Allah, apa pun yang terjadi. Allah memerintahkan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut.

“... Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali Imran [3]: 101)

Dalam agama, ikhlas kepada Allah berarti berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan kepuasan-Nya tanpa mengharapkan keuntungan pribadi lainnya. Allah juga telah menekankan pentingnya hal ini di dalam ayat lainnya. Ia telah menunjukkan bahwa agama hanya dapat dijalankan dalam sikap berikut.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah [98]: 5)

Dalam perbuatan dan ibadahnya, seorang mukmin sejati tidak pernah berusaha untuk mendapatkan cinta, kepuasan, penghargaan, perhatian, dan pujian dari siapa pun kecuali Allah. Adanya keinginan untuk mendapatkan semua itu dari manusia adalah tanda bahwa ia gagal menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan keikhlasan dan kesucian. Dalam kenyataan, kita sering menemukan orang yang “melakukan perbuatan-perbuatan baik atau melakukan ibadah untuk tujuan-tujuan lain selain mendapatkan keridhaan Allah”. Sebagai contoh, ada orang yang menyombongkan diri karena menolong kaum miskin atau bermaksud mendapatkan kehormatan saat ia melakukan perintah agama yang penting, seperti shalat. Orang-orang yang mendirikan shalat, melakukan kebaikan supaya terlihat, disebutkan di dalam Al-Qur`an,

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (al-Baqarah [2]: 264)

Siapa saja yang menginginkan supaya dirinya terlihat menonjol, sebenarnya ia mencari keridhaan orang lain, bukan Allah. Seorang mukmin sejati harus benar-benar cermat menghindarkan dirinya untuk pamer saat menolong orang lain, bertingkah laku baik, beribadah, ataupun berkorban. Satu-satunya tujuan orang yang ikhlas beriman kepada Allah hanyalah mendapatkan keridhaan Allah. Al-Qur`an juga menekankan bagaimana para nabi menjalankan ritual-ritual keagamaan demi keridhaan Allah dan tidak pernah mengharapkan balasan ataupun keuntungan pribadi. Kalimat berikut diucapkan oleh Nabi Hud a.s. kepada kaumnya untuk meyakinkan kebenaran ini.

“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lan hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (Hud [11]: 51)

Seorang mukmin tidak pernah berusaha mendapatkan keridhaan siapa pun selain Allah. Ia tahu pasti bahwa Allahlah yang memiliki dan mengenggam semua hati dan bahwa semua manusia akan ridha hanya jika Dia ridha. Lebih jauh, tidak ada pujian apa pun di dunia ini yang akan menyelamatkan dirinya di akhirat. Pada hari pembalasan, setiap orang akan berdiri sendiri di hadapan Allah dan ditanyai atas setiap perbuatannya. Pada hari itu, keimanan, kesalehan, keikhlasan, dan kepatuhan akan memainkan peran yang penting. Nabi Muhammad saw. mengingatkan orang-orang beriman akan pentingnya keikhlasan,
“Allah menerima perbuatan yang dilakukan secara murni karena Allah dan bertujuan untuk mencari keridhaan-Nya.”[1]

Berpaling kepada Allah dengan Penyesalan
dan Keikhlasan dalam Niat dan Perbuatan
Allah mengatakan kepada para mukmin sejati tentang keimanan yang murni,

“Dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertaqwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (ar-Ruum [30]: 31)

Allah meminta kita untuk memperhatikan ayat lain yang menyatakan bahwa jalan yang benar untuk diikuti adalah jalan yang dilalui oleh para nabi dan orang-orang yang saleh.

“... dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman [31]: 15)

Berpaling kepada Allah dengan pengabdian sepenuh hati berarti mencintai-Nya dengan sebenar-benar cinta, sehingga seseorang tidak dapat menjauh dari keimanan, pengabdian, dan kesetiaan dalam kondisi apa pun, dan memiliki rasa takut kepada-Nya dan hati-hati menjaga agar tidak kehilangan keridhaan-Nya. Dengan demikian, setiap orang yang beriman dan tunduk patuh kepada Allah akan mendirikan shalat dan mengerjakan amalan lainnya untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Sebagai kesimpulan dalam hal ini, yang merupakan dasar penyucian diri, seorang mukmin sejati adalah, “Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka....” (Hud [11]: 23)
Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk menunaikan perintah-Nya dan melakukan ibadah yang telah diuraikan di dalam Al-Qur`an, dengan penuh kepatuhan, keikhlasan, dan hati yang dimurnikan hanya untuk-Nya. Dalam sebuah ayat dikisahkan bagaimana Allah mengingatkan Maryam a.s. untuk mematuhi-Nya dengan pengabdian sepenuh hati,

“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (Ali Imran [3]: 43)

Hal ini juga dinyatakan oleh Nabi saw.,
Kebaikan dan kenikmatan adalah bagi orang yang menyembah Tuhan-Nya dengan sebaik-baik kepatuhan dan melayani Tuhannya dengan tulus ikhlas.”[2] (HR Imam Bukhari)
Allah juga memberikan kabar gembira bahwa mereka yang menaati-Nya dengan pengabdian sepenuh hati dan mematuhi perintah-Nya dengan ketundukan, akan diberi ganjaran yang berlipat ganda.
Dan barangsiapa di antara kamu sekalian (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-

Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia.” (al-Ahzab [33]: 31)

Karakter mukmin yang sejati—sebagaimana disebutkan dalam ayat di bawah ini—dicontohkan dengan sangat baik oleh para nabi untuk mengingatkan manusia,

“Orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Ali Imran [3]: 17)

Al-Qur`an berisi banyak ayat yang menekankan fakta bahwa para nabi adalah orang yang berpaling kepada Allah dengan pengabdian yang tulus. Mereka adalah hamba-hamba-Nya yang suci. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.

“Sesungguhnya, Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).” (an-Nahl [16]: 120)

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlaq yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (Shaad [38]: 45-46)

“Sesungguhnya, Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.” (Hud [11]: 75)

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al-Kitab (Al-Qur`an) ini. Sesungguhnya, ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.” (Maryam [19]: 51)

“Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.” (at-Tahrim [66]: 12)


[1] Hadits Riwayat Abu Dawud dan an-Nasa`i dari Abu Umamah.
[2] Hadits sahih riwayat Imam Bukhari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar